Jumat, 11 Agustus 2017

FAEDAH MENGAMALKAN SUNNAH RASULULLAH SHALALLAHU'ALAIHI WASSALAM

Oleh : Ustadz Abu Amr Alfian


Mengamalkan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam merupakan keniscayaan bagi setiap muslim. Allah menegaskan hal ini dalam firman-Nya,

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١

“Sungguh, telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik, yaitu bagi barang siapa yang mengharap (pertemuan dengan) Allah dan Hari Akhir, serta banyak mengingat Allah.” (al-Ahzab: 21)

As-Sunnah, sebagaimana dijelaskan pada Majalah Qonitah edisi I, bisa bermakna:

Jalan dan bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, sehingga as-Sunnah meliputi agama Islam secara keseluruhan, Amalan yang mandub/mustahab (dianjurkan/disukai).

Dalam pembahasan ini, mengamalkan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam meliputi dua makna tersebut. Wanita mukminah yang berhijab syar’i dengan memenuhi syarat-syaratnya dikatakan telah mengamalkan sunnah, yang hal ini hukumnya wajib. Demikian juga wanita yang mengamalkan shalat dhuha, misalnya, dikatakan mengamalkan sunnah, yang hal itu hukumnya mustahab.

Seorang muslim yang senantiasa menjaga pengamalan sunnah-sunnah Nabi dalam kesehariannya, sebagaimana ia menjaga makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan fisiknya, bahkan penjagaannya terhadap sunnah lebih besar, dia akan memetik manfaat yang sangat besar.

Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah (w. 620 H) mengatakan, “Dalam mengikuti sunnah terdapat faedah (antara lain): mendapat barakah mencocoki syariat, meraih ridha Allah subhanahu wa ta’ala, diangkatnya derajatnya, mendapatkan kelapangan hati dan ketenangan badan, membuat setan benci, dan menempuh shiratal mustaqim.” (Dzammul Muwaswisin hlm. 41. Lihat Dharuratul Ihtimam bi as-Sunnah an-Nabawiyyah hlm. 43)

Secara lebih lengkap, berdasarkan keterangan dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits, mengamalkan sunnah-sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam akan membuahkan faedah, di antaranya:

Dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١

“Katakanlah (kepada mereka, wahai Muhammad), ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran: 31).

Pada ayat di atas, Allah menegaskan balasan bagi barang siapa yang mau mengikuti sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, dengan firman-Nya, “niscaya Allah mencintai kalian.”

Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حتَّى أُحِبَّهُ

“Barang siapa memusuhi salah seorang wali-Ku, sungguh Aku umumkan peperangan padanya. Tidaklah hamba-Ku bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku dengan suatu (ibadah) yang lebih Aku cintai daripada ibadah/amalan yang Aku wajibkan atasnya. Senantiasa hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan ibadah/amalan nafilah hingga Aku mencintainya.” (HR. al-Bukhari no. 6502, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Hadits di atas menerangkan bahwa ibadah-ibadah nafilah merupakan salah satu sebab memperoleh kecintaan dari Allah. Diterangkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (w. 852 H) bahwa yang dimaksud adalah ibadah-ibadah nafilah yang terkandung dalam ibadah-ibadah fardhu, melingkupinya, dan melengkapinya.

Dengan demikian, makna hadits di atas adalah apabila seseorang melaksanakan ibadah-ibadah fardhu dan senantiasa melaksanakan ibadah-ibadah nafilah, baik berupa shalat dan puasa sunnah maupun ibadah lainnya, hal ini lebih bisa mengantarkannya untuk mendapatkan kecintaan dari Allah subhanahu wa ta’ala. (Lihat Fathul Bari pada hadits no. 6502).

Menjaga amalan sunnah/nafilah menutupi kekurangan-kekurangan pada amalan wajib melaksanakan kewajiban dengan sempurna adalah sesuatu yang sulit dicapai. Karena kelemahan yang ada pada seorang hamba, ada saja kekurangan pada pelaksanaan kewajibannya. Misalnya, kurang khusyuk dalam shalat fardhu ; puasanya terkotori oleh ghibah, namimah, dan dosa-dosa lainnya ; ibadah hajinya masih tercemari oleh fisq (kefasikan) dan jidal,[2] dan masih banyak lagi. Hal-hal tersebut mengurangi nilai dan pahala ibadah seorang hamba.

Namun, Allah subhanahu wa ta’ala sangat luas rahmat dan karunia-Nya. Allah menjadikan ibadah-ibadah nafilah (ibadah sunnah) sebagai penutup berbagai kekurangan tersebut. Disebutkan dalam hadits,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاةُ، قَالَ: يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ: انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي، أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا؟ فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً، وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا، قَالَ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ، قَالَ: أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ

Sesungguhnya, amalan manusia yang pertama kali dihisab (dihitung) pada hari kiamat adalah ibadah shalat. Allah berfirman kepada para malaikat—dan Allah Mahatahu, “Periksalah shalat hamba-Ku, apakah dia menyempurnakan shalatnya ataukah ada kekurangan padanya.” Apabila shalatnya sempurna, ditulis sempurna untuknya.

Namun, apabila ada kekurangan, Allah berfirman, “Periksalah apakah hamba-Ku mempunyai amalan tathawwu’ (nafilah).” Apabila dia mempunyai amalan tathawwu’, Allah berfirman, “Sempurnakanlah amal fardhu hamba-Ku dengan amal tathawwu’nya.” Selanjutnya, amalan-amalan (fardhu) lainnya pun diperlakukan demikan. (HR. Abu Dawud no. 863, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Ada keutamaan yang sangat besar bagi orang yang berpegang pada as-Sunnah, terutama pada masa orang-orang berpaling darinya, dan orang-orang yang berpegang padanya justru dicela.

Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya di belakang kalian akan ada hari-hari kesabaran. Kesabaran pada hari-hari tersebut laksana memegang bara api. Orang yang beramal (dengan as-Sunnah) pada hari-hari tersebut (mendapat pahala) sebanding dengan pahala lima puluh orang yang beramal seperti amal kalian.” ‘Abdullah bin al-Mubarak mengatakan bahwa dalam riwayat selain ‘Utbah ada tambahan, “Ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, pahala 50 orang dari kami (sahabat) ataukah 50 orang dari mereka?’ Nabi menjawab, ‘Bahkan 50 orang dari kalian (sahabat)’.”[3] (HR. at-Tirmidzi no. 3058, dari Abu Tsa’labah al-Khusyani radhiyallahu ‘anhu)

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran. Pada hari-hari tersebut, orang yang berpegang teguh pada agama—yang kalian berada di atasnya—mendapatkan pahala lima puluh orang dari kalian.” Para sahabat bertanya, “Wahai Nabiyullah, bukannya lima puluh orang dari mereka?” Rasulullah menjawab, “Bukan, melainkan dari kalian (yakni para sahabat).”[4] (HR. al-Marwazi dalam as-Sunnah hlm. 9, dari ‘Utbah bin Ghazwan radhiyallahu ‘anhu. Lihat ash-Shahihah no. 494)

Mengamalkan as-Sunnah Merupakan Jaminan Keselamatan dari Kebid’ahan
Al-Imam az-Zuhri rahimahullah (w. 124 H) menegaskan, “Dahulu para ulama kita mengatakan, ‘Berpegang teguh pada as-Sunnah merupakan keselamatan’.” (HR. ad-Darimi no. 97)

Maksudnya, keselamatan dari segala kesesatan dan kemungkaran. Yang terbesar adalah keselamatan dari kebid’ahan yang merupakan jembatan menuju kekufuran! As-Sunnah itu sebagaimana dikatakan oleh al-Imam Malik rahimahullah (w. 179 H), “As-Sunnah itu laksana kapal Nabi Nuh. Barang siapa menaikinya, selamat; barangsiapa tertinggal darinya, celaka!”

Abu Muhammad ‘Abdullah bin Manazil rahimahullah (w. 331 H) mengatakan, “Tidaklah seseorang menyia-nyiakan satu amalan fardhu, kecuali Allah menimpakan padanya musibah berupa menyia-nyiakan amalan-amalan sunnah. Tidaklah seseorang ditimpa musibah berupa menyia-nyiakan amalan-amalan sunnah, kecuali sebentar lagi dia akan ditimpa musibah berupa terjatuh pada kebid’ahan-kebid’ahan.” (Lihat al-I’thisam karya asy-Syathibi I/169)

Orang yang mengamalkan as-Sunnah akan mendapatkan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Barang siapa mencontohkan dalam Islam contoh yang baik, kemudian diamalkan juga setelah itu (yakni diikuti oleh orang lain), ditulis baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017, dari Jarir bin ‘Abdillah).

Berpegang Teguh pada as-Sunnah merupakan Jaminan Keamanan dari Perpecahan. Oleh karena itu, tatkala terjadi perselisihan, kita diperintah oleh Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpegang teguh pada as-Sunnah dan meninggalkan berbagai bid’ah. Beliau n bersabda,

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Sungguh, barang siapa hidup sepeninggalku, dia akan mendapati perselisihan yang banyak. Maka dari itu, wajib atas kalian mengamalkan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegangteguhlah padanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Waspadailah perkara-perkara baru dalam agama, karena setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Abu Dawud no. 4607, dari al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, dinyatakan shahih oleh al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr, al-Hakim, dll)

Bersatu di atas prinsip mengamalkan as-Sunnah akan mencegah terjadinya perselisihan yang mengantarkan kepada permusuhan dan kebencian. Oleh karena itu, ahlus sunnah sangat jauh dari perpecahan. Sebaliknya, di kalangan ahlul bid’ah, yang sangat tampak adalah perpecahan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (w. 728 H) mengatakan, “Bid’ah itu senantiasa diiringi perpecahan, sebagaimana as-Sunnah senantiasa diiringi persatuan.” (al-Istiqamah I/42)

Ibrahim bin Yazid at-Taimi rahimahullah (w. 92 H) pernah berdoa,

اللَّهُمَّ اعْصِمْنِي بِدِيْنِكَ وَبِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مِنَ اْلاِخْتِلاَفِ فيِ الْحَقِّ، وَمِنَ اتِّبَاعِ الْهَوَى، وَمِنْ سُبُلِ الضَّلاَلَةِ، وَمِنْ شُبُهَاتِ الْأُمُورِ، وَمِنَ الزَّيْغِ وَالْخُصُومَاتِ

“Ya Allah, lindungilah aku dengan agama-Mu dan sunnah Nabi-Mu dari perselisihan dalam al-haq, dari mengikuti hawa nafsu, dan dari jalan-jalan kesesatan, perkara-perkara syubhat, penyimpangan, dan perdebatan.” (Lihat al-I’tisham I/143 dan Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlih no. 2333).

Kiranya, beberapa faedah mengamalkan as-Sunnah di atas bisa mendorong dan memotivasi kita semua, terutama saudari muslimah sekalian, untuk semakin serius dan bersemangat dalam berkomitmen di atas sunnah-sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.

(Disarikan dari kitab Dharuratul Ihtimam bi as-Sunnah an-Nabawiyyah karya asy-Syaikh ‘Abdussalam bin Barjis rahimahullah dengan ringkasan dan tambahan dari penulis).

Misalnya, dalam ibadah shalat wajib, ada gerakan dan bacaan yang wajib, ada pula yang sunnah; dalam ibadah puasa Ramadhan, ada amalan-amalan sunnah yang patut diperhatikan, seperti menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Ini makna ibadah nafilah yang terkandung dalam ibadah fardhu/wajib. Adapun ibadah nafilah yang melengkapi ibadah fardhu, contohnya shalat-shalat rawatib yang melengkapi shalat wajib lima waktu. Wallahu a’lam.

Fisq (kefasikan) di sini bermakna semua jenis kemaksiatan, termasuk pembatal-pembatal ihram. Adapun jidal adalah perdebatan, perbantahan, dan perselisihan, yang hal ini akan menimbulkan kejelekan dan permusuhan. (Lihat Tafsir as-Sa’di pada surat al-Baqarah: 197).

Terdapat perbedaan pendapat dalam menshahihkan kalimat terakhir; as-Syaikh al-Albani t menshahihkan sedangkan asy-Syaikh Rabi’ mendhaifkannya.

Dengan keutamaan ini, tidak berarti mereka lebih utama daripada para sahabat g. Mereka mendapatkan pahala lima puluh kali pahala sahabat dalam hal amalan ini saja. Jadi, keutamaan mereka muqayyad (terbatas). Adapun para sahabat, keutamaan mereka tidak tertandingi oleh generasi mana pun yang datang setelah mereka. Jadi, keutamaan para shahabat g itu mutlak (menyeluruh/dalam semua hal). Asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Keutamaan ini tidak berarti bahwa mereka lebih utama daripada para sahabat g. Harus dibedakan keutamaan yang bersifat mutlak (menyeluruh) dengan keutamaan yang bersifat muqayyad (terbatas).” (Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasa’il al-‘Utsaimin 25/307).


#GerakanDakwahSalaf
#GerakanMencintaiSunnah
#AjalkuSemakinMendekati


Minggu, 06 Agustus 2017

NADIAH AL JAR RAHIMAHALLAH

MuhasabahSenin 14 Dzul-Qa'idah 1438H

Telah wafat beberapa minggu yg lalu seorang penulis wanita dari Kuwait NADIAH AL JAR RAHIMAHALLAH.

http://produsentasresleting.com/

Menjelang wafatnya NADIAH AL JAR RAHIMAHALLAH menulis makalah ini di dalam buku hariannya : 

Bila kematianku tiba aku tidak khawatir dan cemas tentang jasadku yang kaku, Kaum muslimin pastilah akan menunaikan apa-apa yang sudah seharusnya mereka kerjakan, Melepaskan seluruh pakaianku, memandikanku, mengkafaniku, mengeluarkanku dari rumahku, membawaku ke rumahku yang baru (kuburku), orang banyak akan datang mengantarku kesana, diantara mereka bahkan ada yang menunda/membatalkan pekerjaan demi pemakamanku ini. Seluruh milikku tidak ada satupun yang aku bawa, kunci-kunciku, buku-bukuku, tas-tasku, sepatu-sepatuku, baju-bajuku, dan semua yang lainnya. Bila keluargaku sepakat mereka akan menyedekahkannya agar bermanfaat bagiku.

Yakinlah dunia tidak akan bersedih karena kematianku alam semesta tetap akan berputar seperti biasanya perekonomian akan berlanjut, pekerjaanku akan digantikan orang lain, harta bendaku akan menjadi warisan sedangkan di alam kubur semua menjadi perhitungan dan tanggung jawabku yang banyak ataupun sedikit bahkan yang kecil yang tak berharga sekalipun.

Hal pertama yang akan hilang seketika aku mati adalah nama yg dengannya aku dipanggil di dunia ini, seketika aku mati mereka memanggilku dengan sebutan jasad waktu shalat mereka menyebutku jenazah, ketika menguburku mereka menyebutku mayyit, jelas sekali kala itu bahwa nasabku, sukuku, status sosialku dan ketenaranku tidak berarti apa-apa sama sekali tidak layak diagung-agungkan.

Alangkah sepele atau kecilnya dunia ini dan alangkah bodohnya kita yang selama ini menganggapnya penting atau besar.

http://produsentasresleting.com/

Untuk kalian yang masih hidup

KESEDIHAN KALIAN ATAS KEMATIANKU DAPAT DIBAGI MENJADI 3 GOLONGAN :

Orang-orang yang hanya mengenalku biasa-biasa saja akan mengasihaniku sesaat.

Teman-teman akrab akan bersedih dan merasa kehilangan selama beberapa minggu, setelahnya mereka akan kembali pada kehidupannya semula.

Keluarga atau ahlul bait akan bersedih berbulan-bulan mungkin setahun setelahnya aku pun akan tinggal sebagai kenangan.

Berakhirlah kisahku diantara manusia, bermulalah kisah hidup ku dialam akhirat, telah hilang dariku kecantikanku, hartaku, keluargaku, semuanya, inilah hidup yang sesungguhnya.

Apakah yang sudah engkau persiapkan sebagai bekal akhiratmu hari ini ?? mumpung masih hidup  perhatikan lah amalan-amalan wajibmu, amalan amalan sunnah mu, sadaqahmu, amalan-amalan rahasiamu, amalan-amalan shalih, mudah-mudahan diakhirat engkau selamat, aamiin.


#AjalkuSemakinMendekati                        
#GerakanDakwahSalaf
#GerakanMencintaiSunnah


Wa/sms : +62 878 7765 2082
IG : cutes.shop

Sabtu, 05 Agustus 2017

APA YANG KITA PERSIAPKAN UNTUK ANAK-ANAK KITA SESUDAH KITA TAK LAGI BERNYAWA



Abdurrohman bin Qosim -رحمه الله- menemui Al Manshur -رحمه الله-  pada hari beliau dibaiat menjadi kholifah.

Al Manshur: "Nasehatilah aku wahai Abdurrohman".

Abdurrohman: "Nasehat dengan perkara yang pernah kulihat atau dengan perkara yang pernah kudengar?"

Al Manshur: "Dengan perkara yang engkau lihat saja"

Abdurrohman: "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Kholifah Umar bin Abdul Aziz dulu memiliki 11 putera. Ketika wafat beliau hanya meninggalkan warisan 15 dinar. Yang 5 dinar untuk mengkafaninya. Yang 4 dinar untuk membeli kuburnya. Lalu sisanya dibagi untuk anak anaknya. Yaitu 6 dinar yang tersisa dibagikan kepada mereka setelah digunakan 9 dinar untuk pemakamannya.

Sementara Kholifah Hisyam bin Abdul Malik memiliki 11 anak. Dan bagian masing masing anaknya dari warisan yang ditinggalkan adalah sejuta dinar.

Tapi lihatlah bagaimana kesudahan urusan mereka?

Demi Alloh wahai Amirul Mukminin. Sungguh aku melihat dalam satu hari salah seorang anak Kholifah Umar bin Adul Aziz berinfak 100 ekor kuda untuk jihad di jalan Alloh.

Sementara salah satu anak dari kholifah Hisyam meminta minta di pasar-pasar.

Orang orang pernah bertanya kepada Kholifah Umar bin Abdul Aziz tatkala beliau di atas ranjang kematiannya:

"Apa yang anda tinggalkan untuk anak anak anda wahai Kholifah Umar?"

Beliau menjawab: "Aku tinggalkan bagi mereka taqwa kepada Alloh. Jika mereka sholih, maka Alloh yang akan mengurusi (mencukupi) hamba hambaNya yang sholih. Dan jika ternyata mereka tidak demikian (tidak sholih, wal'iyadzu billah - pen), maka aku tidak meninggalkan bagi mereka apa yang bisa membantu mereka bermaksiat kepada Alloh Ta'aalaa".

PERHATIKANLAH (PELAJARAN YANG BISA DIPETIK)

Banyak orang berusaha dan bersusah payah untuk menjamin keamanan masa depan anak anaknya. Mereka menyangka bahwa keberadaan harta di tangan mereka setelah ditinggal mati merupakan jaminan keamanan bagi anak anaknya

Sementara mereka lupa terhadap keamanan (dari adzab) yang besar yang Alloh Ta'aalaa sebutkan di dalam kitabNya.

وليخشى الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم. فليتقوا الله وليقولوا قولا سديدا

"Hendaknya takut orang orang yang seandainya mereka meninggalkan anak anak yang lemah (keimanannya), yang mereka pun khawatir akan anak anaknya itu. Hendaknya mereka bertaqwa kepada Alloh dan hendaknya mereka mengucapkan perkataan yang benar". (QS An Nisa' 9).



Sumber Siroh Umar Bin 'Abdil 'Aziz karya Imam Ibnul DJauzy






IG : cutes.shop
Wa/sms : +62 878 7765 2082

INILAH ORANG YANG TERAKHIR KELUAR DARI NERAKA DAN MASUK SURGA

Sabtu, 13 Dzul-Qa'idah 1438


Sebuah kisah nabawi diriwayatkan Imam Muslim. Beliau riwayatkan dari Shahabat Abdullah bin Mas’ud satu petikan peristiwa mengharukan dan penggugah semangat bagi para pencari kebahagiaan. Inilah kisah orang terakhir yang keluar dari neraka. Dia pula orang terakhir yang memasuki jannah dengan derajat yang paling rendahnya. Al-Kisah, setelah shirat (jembatan) dipancangkan di atas neraka Jahannam sementara di sisi-sisinya pengait-pengait tajam laksana duri pohon Sa’dan, manusia diperintah untuk menyeberanginya.


http://produsentasresleting.com/
web : http://produsentasresleting.com/
Terbagilah mereka menjadi tiga golongan besar. Golongan pertama, mereka yang selamat tanpa halangan, ada yang berjalan secepat kilat, ada yang berjalan sekejap mata, ada yang berlari seperti kuda…demikianlah mereka berjalan sesuai amalan ketika di dunia. Golongan kedua mereka yang selamat menyeberangi shirat namun terluka terkena sambaran-sambaran pengait-pengait. Adapun golongan ketiga mereka adalah orang-orang yang tersungkur ke jurang neraka jahannam dari kalangan orang-orang munafiq (orang kafir yang menampakkan keislamannya) atau kaum muslimin yang lebih berat amalan keburukannya ketimbang kebaikannya.

Selang beberapa waktu, orang-orang yang masih memiliki iman dari penghuni neraka dikeluarkan satu-persatu ada yang mendapat syafaat malaikat, para nabi atau kaum mukminin dari ahlul jannah. Demikianlah, banyak dari penduduk neraka dari kalangan ahlut tauhid dikeluarkan, hingga yang paling terakhirnya adalah seorang yang dikisahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau:

إِنِّي َلأَ عْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ قَالَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَقُولُ أَتَسْخَرُبِي أَوْ أَتَضْحَكُ بِي وَأَنْتَ الْمَلِكُ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً

Sungguh ‘Aku tahu seorang penduduk neraka yang paling akhir keluar darinya, seorang penduduk jannah yang paling akhir masuk ke dalam jannah. Dialah seorang lelaki yang keluar dari neraka dengan keadaan merangkak. Allah berkata kepadanya, ‘Pergilah, masuklah engkau ke dalam jannah! ‘Lalu dia mendatangi jannah, namun dikhayalkan kepadanya bahwa jannah telah penuh. Maka, dia kembali seraya berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku mendapati jannah telah penuh.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata kepadanya, ‘Pergilah, masuklah engkau ke dalam jannah!’. Sekali lagi dia mendatangi jannah, namun kembali dikhayalkan bahwa jannah telah penuh. Dia pun kembali seraya berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku mendapati jannah telah penuh.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata lagi kepadanya, ‘Pergilah, masuklah ke dalam jannah! Sesungguhnya engkau memiliki semisal dunia dan sepuluh kalinya, atau engkau memiliki sepuluh kali dunia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Laki-laki itu berkata, ‘Apakah Engkau memperolok-olok aku, padahal Engkau adalah Raja? Abdullâh bin Mas’ûd radhiallahu ‘anhu berkata, ‘Aku melihat Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa sampai nampak gigi gerahamnya.’ Dan dikatakan bahwa orang itu adalah penduduk surga yang paling rendah derajatnya.’ (H.R. Muslim). Subhanallah, inikah penduduk jannah terakhir? Allah berikan kenikmatan kepadanya semisal dunia dan sepuluh kali lipatnya ! Betapa indahnya jannah.

Andai kita diberi semisal kerajaan Nabi Sulaiman yang itu adalah sebagian kecil dari kenikmatan dunia, andai itu yang Allah berikan di dunia ini niscaya sudah merupakan kenikmatan besar lalu apakah terbayang kenikmatan penduduk jannah yang paling rendah ini? Demi Allah tidak terbayang betapa indah dan besarnya.

Pembaca Qudwah yang mulia, kisah di atas diriwayatkan pula dengan lebih rinci dalam riwayat lain. Rasulullah shallallohu’alaihi wasallam mengabarkan:
“Orang yang terakhir masuk jannah adalah orang yang setiap kali melangkah ia tersungkur dan dihanguskan oleh api neraka.

Dan tatkala orang itu telah melewati neraka, dia menoleh ke arah neraka lalu berkata:

تَبَارَكَ الَّذِي نَجَّانِي مِنْكِ لَقَدْ أَعْطَانِي اللَّهُ شَيْئًا مَا أَعْطَاهُ أَحَدًا مِنْ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ

”Maha Suci Allah yang telah menyelamatkanku darimu, sungguh Dia telah memberiku sesuatu yang tidak pernah Dia berikan kepada orang lain dari umat yang pertama dan umat yang terakhir.”

Sesungguhnya ia adalah manusia terendah dari penduduk jannah, namun ia merasa dialah orang yang paling beruntung dan tidak ada yang lebih beruntung darinya. Demi Allah, dia telah memperoleh keberuntungan yang hakiki yaitu diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam jannah seperti firman Allah Ta’ala:

فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Ali Imran: 185.

Bukan kepingan emas yang menjadi patokan kebahagiaan, bukan pula ekor-ekor sapi dan luasnya perkebunan…semua itu hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Rasulullah saw melanjutkan sabdanya: Kemudian orang tersebut ditunjukkan pada sebuah pohon lalu dia berkata: “Wahai Rabbu! Dekatkan aku dengan pohon ini agar aku bisa berteduh dan meminum airnya.”

Maka Allah Azza wa Jalla berfirman,

يَا ابْنَ آدَمَ لَعَلِّي إِن أَعْطَيْتُكَهَا سَأَلْتَنِي غَيْرَهَا

“Wahai anak Adam,  jika Aku kabulkan permintaanmu, mungkin kamu akan meminta lagi yang lain?” Orang itu menjawab, “Tidak. wahai Rabbku.”

Allah lalu mengambil janji darinya untuk tidak meminta yang lain lagi dari Allah, dan Allah menerima alasan orang itu yang telah melihat sesuatu yang ia tidak punya kesabaran. Kemudian Allah mendekatkannya ke pohon tersebut sehingga ia berteduh dan meminum airnya. Tinggallah orang ini di bawah pohon pertama sekehendak Allah ta’ala…

Kemudian orang itu ditunjukkan pohon lain yang lebih bagus dari pohon yang pertama. Orang itu berkata, “Wahai Rabbku! Dekatkanlah diriku kepada pohon ini agar aku bisa meminum airnya serta berteduh di bawahnya, dan aku tidak akan meminta yang lain lagi.”
Maka Allah berfirman,

يَا ابْنَ آدَمَ أَلَمْ تُعَاهِدْنِي أَنْ لَا تَسْأَلَنِي غَيْرَهَا فَيَقُولُ لَعَلِّي إِنْ أَدْنَيْتُكَ مِنْهَا تَسْأَلُنِي غَيْرَهَا

“Wahai anak Adam,  bukankah engkau telah berjanji tidak akan meminta yang lain ? jika Aku dekatkan dirimu ke pohon itu mungkin kamu akan meminta lagi yang lain?”

Kembali Allah SWT menerima alasan orang itu karena Dia mengetahui ketidak-sabarannya. Allah pun dekatkan orang tersebut kepada pohon kedua, kemudian ia berteduh dan meminum airnya. Kemudian orang itu ditunjukkan pada sebuah pohon di pintu surga yang lebih bagus dari dua pohon sebelumnya. Kemudian orang itu berkata, “Wahai Rabbku! Dekatkanlah aku kepada pohon itu agar aku bisa berteduh dan meminum airnya, aku tidak akan meminta yang lain lagi kepada-Mu.

Kemudian Allah berfirman, “Hai manusia! Tidakkah kamu telah berjanji kepada-Ku untuk tidak meminta yang lain lagi dari-Ku?’ Orang itu menjawab, “Ya, wahai Rabbku! Kali ini saya tidak akan meminta yang lain lagi kepada-Mu.” Allah SWT menerima alasan orang itu karena Dia mengetahui ketidak-sabarannya, lalu Allah mendekatkannya kepada pohon tersebut. Ketika Allah telah mendekatkan orang itu kepada pohon tersebut, ia mendengar suara penghuni jannah… 

Subhanallah, kenikmatan jannah di depan mata. Suara penduduk jannah yang penuh kebahagiaan terdengar di telinga pemuda ini hingga iapun tidak sabar untuk berkata kepada Rabbnya sebagaimana Rasulullah kisahkan, “Wahai Rabbku! Masukkanlah aku ke dalam jannah!”.


Allah berfirman: “Hai Anak Adam’. Mengapa kamu mengingkari janjimu pada-Ku? Ridhokah kamu jika Aku memberimu dunia ditambah dengan yang semisalnya?’

Betapa besarnya kasih sayang Allah, Dia tetapkan sang pemuda sBagai penduduk jannah. Seakan tak percaya Orang itu menjawab, “Wahai Rabbku! Apakah Engkau mengolok-olok aku sedangkan Engkau adalah Robbul’alamin ?” Kemudian Ibnu Mas’ud tertawa, lalu berkata, “Tidakkah kalian bertanya tentang apa yang membuatku tertawa?” Mereka menjawab, “Mengapa kamu tertawa?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Demikianlah Rasulullah SAW tertawa.” Para sahabat bertanya, “Apa yang membuat engkau tertawa wahai Rasulullah?,” Beliau menjawab, “Karena tertawanya Penguasa alam semesta ketika orang tersebut mengatakan kepada Allah, ‘Apakah Engkau menertawakan saya sedangkan Engkau adalah Penguasa alam semesta?’ Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku tidak menertawakanmu, tetapi Aku Maha Kuasa atas apa yang Aku kehendaki.” (HR.Muslim).




IG : cutes.shop – wa/sms +62 878 7765 2082

FAEDAH MENGAMALKAN SUNNAH RASULULLAH SHALALLAHU'ALAIHI WASSALAM

Oleh : Ustadz Abu Amr Alfian Mengamalkan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam merupakan keniscayaan bagi setiap muslim. Al...